Keutamaan sholat dhuha dari Ustadz Kholid Syamhudi Lc
Selasa, 23 Desember 2014
Sudah banyak yang menjelaskan keutamaan sholat
dhuha. Namun banyak juga yang menjelaskan keutamaan sholat dhuha tersebut tidak
sesuai dengan penjelasan yang benar atau tidak sesuai dengan Sunnah Rosululloh
SAW. Berikut ini saya mengutip langsung dari almanhaj.or.id yang telah
menjelaskan tentang sholat dhuha secara lengkap. Tulisan tersebut ditulis oleh Ustadz Kholid Syamhudi Lc. Berikut ini
kutipannya:
Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyariatkan shalat-shalat
sunnah untuk menyempurnakan ibadah shalat wajib yang terkadang tidak dapat
sempurna pahalanya. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنْ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ
Sesungguhnya amalan yang pertama kali dihisab dari seorang hamba ialah shalatnya. Apabila baik, maka ia telah beruntung dan selamat; dan bila rusak, maka ia telah rugi dan menyesal. Apabila kurang sedikit dari shalat wajibnya , maka Rabb Azza wa Jalla berfirman, "Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki shalat tathawwu' (shalat Sunnah)," lalu disempurnakanlah dengannya yang kurang dari shalat wajibnya tersebut, kemudian seluruh amalannya diberlakukan demikian. [HR at-Tirmidzi]. Dan di antara yang disyariatkan ialah shalat Dhuha.
KEUTAMAAN SHOLAT DHUHA
1. Mencukupkan sedekah sebanyak persendian manusia, yaitu 360 persendian, sebagaimana dijelaskan dalam hadits:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى. (أخرجه مسلم).
Dari Abu Dzar, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau telah bersabda: "Di setiap pagi, ada kewajiban sedekah atas setiap persendian dari salah seorang kalian. Setiap tasbiih adalah sedekah, setiap tahmiid adalah sedekah, setiap tahliil adalah sedekah, setiap takbiir adalah sedekah, amar makruf nahi mungkar adalah sedekah. Dan dapat memadai untuk semua itu, dua rakaat yang dilakukan pada waktu Dhuha".[1]
Juga sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam :
فِي الْإِنْسَانِ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَسِتُّونَ مَفْصِلًا فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَصَدَّقَ عَنْ كُلِّ مَفْصِلٍ مِنْهُ بِصَدَقَةٍ قَالُوا وَمَنْ يُطِيقُ ذَلِكَ يَا نَبِيَّ اللَّهِ قَالَ النُّخَاعَةُ فِي الْمَسْجِدِ تَدْفِنُهَا وَالشَّيْءُ تُنَحِّيهِ عَنْ الطَّرِيقِ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَرَكْعَتَا الضُّحَى تُجْزِئُكَ
"Dalam diri manusia ada 360 persendian, lalu diwajibkan sedekah dari setiap sendinya," mereka bertanya,"Siapa yang mampu demikian, wahai Nabi Allah?" Beliau menjawab,"Memendam riak yang ada di masjid dan menghilangkan sesuatu (gangguan) dari jalanan. Apabila tidak mendapatkannya, maka dua raka'at shalat Dhuha mencukupkanmu."
2. Allah Subhanahu wa Ta’alamenjaga orang yang shalat Dhuha empat rakaat pada hari tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam hadits:
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ أَوْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنَّهُ قَالَ ابْنَ آدَمَ ارْكَعْ لِي مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ أَكْفِكَ آخِرَهُ أخرجه الترمذي. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
Dari Abu Dardaa' atau Abu Dzar, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dari Allah Subhanahu wa Ta’alabahwa Allah berfirman: "Wahai Bani Adam, shalatlah untuk-Ku pada awal siang hari empat rakaat, niscaya Aku menjagamu sisa hari tersebut".
3. Shalat Dhuha merupakan shalat al-awwâbîn. Yaitu orang yang banyak bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu yang berbunyi:
لاَ يُحَافِظُ عَلَى صَلاَةِ الضُّحَى إِلاَّ أَوَّابٌ قَالَ وَهِيَ صَلاَةُ الأَوَّابِيْنَ. (أخرجه الحاكم).
Tidaklah menjaga shalat Dhuha kecuali orang yang banyak bertaubat kepada Allah.
HUKUM SHALAT DHUHA
Para ulama berselisih tentang hukum shalat Dhuha dalam beberapa pendapat sebagai berikut.
1. Hukumnya sunnah mutlak, dan disunnahkan melakukannya setiap hari.
Demikian ini madzhab mayoritas ulama, yang berargumentasi dengan beberapa dalil.
a. Keumuman hadits-hadits tentang keutamaan shalat Dhuha sebagaimana telah disebutkan terdahulu.
b. Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu yang berbunyi:
أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ صِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَنَامَ
Kekasihku Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berwasiat kepadaku dengan tiga hal: puasa tiga hari setiap bulan, dua rakaat Dhuha dan Witir sebelum tidur. [Muttafaqun 'alaihi].
Syaikh Ibnu 'Utsaimîn rahimahullah menyatakan, hadits ini menunjukkan bahwa shalat Dhuha adalah sunnah mutlak yang dilakukan setiap hari.
c. Hadits Mu'âdzah al-'Adawiyah ketika bertanya kepada 'Âisyah dengan sebuah pertanyaan:
كَمْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي صَلَاةَ الضُّحَى قَالَتْ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَيَزِيدُ مَا شَاءَ
"Dahulu, berapa rakaat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat Dhuha?" Beliau menjawab,"Empat rakaat, dan menambah sesukanya".
2. Hukumnya sunnah, namun tidak dilakukan setiap hari.
3. Hukumnya bukan sunnah, inilah pendapat Ibnu 'Umar Radhiyallahu anhuma
4. Shalat Dhuha hanya disunnahkan karena faktor tertentu.
Pendapat ini dirajihkan Ibnu Taimiyyah rahimahullah dan Ibnul-Qayyim rahimahullah.
Menurut beliau (Ibnul-Qayyim), barang siapa yang menelaah hadits-hadits marfu' dan atsar sahabat, tentu akan menyimpulkannya hanya mendukung pendapat ini. Adapun hadits-hadits yang berupa anjuran dan wasiat untuk melakukannya, maka yang shahîh darinya, seperti hadits Abu Hurairah dan Abu Dzar Radhiyallahu anhuma tidak menunjukkan jika shalat Dhuha sebagai sunnah yang terus dikerjakan untuk setiap orang.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan kepada Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dengan wasiat itu, karena telah diriwayatkan bahwa Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dahulu memilih belajar hadits pada malam hari dari pada shalat, lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan melakukannya pada waktu Dhuha sebagai ganti shalat malam. Oleh karena itu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk tidak tidur kecuali setelah berwitir, dan tidak memerintahkan hal itu kepada Abu Bakar, 'Umar dan seluruh sahabat lainnya radhiyallahu 'anhum.
Sedangkan Ibnu Taimiyyah rahimahullah, setelah menjelaskan sunnahnya shalat Dhuha, beliau rahimahullah menyatakan, masalahnya apakah yang lebih utama melakukannya secara terus-menerus ataukah tidak, karena mencontoh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ? Demikian ini yang menjadi perselisihan para ulama. Yang rajih dikatakan, barang siapa yang kontinyu melakukan shalat malam, maka itu mencukupinya dari melakukan shalat Dhuha terus-menerus, sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu demikian. Barang siapa yang tidak melakukan shalat malam, maka shalat Dhuha menjadi pengganti shalat malam.
Adapun yang rajih dari pendapat-penpat tersebut, Insya Allah adalah pendapat pertama, karena keumuman anjuran melakukan shalat Dhuha. Demikian pula yang dirajihkan Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah. Beliau menyatakan, yang rajih ialah sunnah mutlak yang terus-menerus dilakukan. Sebab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ
(Setiap hari wajib bersedekah bagi setiap persendian dari salah seorang kalian).
Para ulama menjelaskan, bahwa pada tubuh manusia terdapat 360 jumlah persendian, sehingga setiap orang harus bersedekah 360 sedekah setiap hari. Yang dimakusdkan dengan sedekah ini bukan berupa harta, tetapi berupa amalan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَفِي كُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى
(Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, amar makruf nahi mungkar adalah sedekah. Mencukupkan dari itu semua dua rakaat yang dilakukan di waktu Dhuha).
Berdasarkan hadits ini, maka kami berpendapat bahwa hukum shalat Dhuha ialah sunnah yang selalu dikerjakan, karena kebanyakan manusia tidak mampu memberikan sedekah hingga 360 sedekah.Wallahu a'lam.
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنْ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ
Sesungguhnya amalan yang pertama kali dihisab dari seorang hamba ialah shalatnya. Apabila baik, maka ia telah beruntung dan selamat; dan bila rusak, maka ia telah rugi dan menyesal. Apabila kurang sedikit dari shalat wajibnya , maka Rabb Azza wa Jalla berfirman, "Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki shalat tathawwu' (shalat Sunnah)," lalu disempurnakanlah dengannya yang kurang dari shalat wajibnya tersebut, kemudian seluruh amalannya diberlakukan demikian. [HR at-Tirmidzi]. Dan di antara yang disyariatkan ialah shalat Dhuha.
KEUTAMAAN SHOLAT DHUHA
1. Mencukupkan sedekah sebanyak persendian manusia, yaitu 360 persendian, sebagaimana dijelaskan dalam hadits:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى. (أخرجه مسلم).
Dari Abu Dzar, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau telah bersabda: "Di setiap pagi, ada kewajiban sedekah atas setiap persendian dari salah seorang kalian. Setiap tasbiih adalah sedekah, setiap tahmiid adalah sedekah, setiap tahliil adalah sedekah, setiap takbiir adalah sedekah, amar makruf nahi mungkar adalah sedekah. Dan dapat memadai untuk semua itu, dua rakaat yang dilakukan pada waktu Dhuha".[1]
Juga sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam :
فِي الْإِنْسَانِ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَسِتُّونَ مَفْصِلًا فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَصَدَّقَ عَنْ كُلِّ مَفْصِلٍ مِنْهُ بِصَدَقَةٍ قَالُوا وَمَنْ يُطِيقُ ذَلِكَ يَا نَبِيَّ اللَّهِ قَالَ النُّخَاعَةُ فِي الْمَسْجِدِ تَدْفِنُهَا وَالشَّيْءُ تُنَحِّيهِ عَنْ الطَّرِيقِ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَرَكْعَتَا الضُّحَى تُجْزِئُكَ
"Dalam diri manusia ada 360 persendian, lalu diwajibkan sedekah dari setiap sendinya," mereka bertanya,"Siapa yang mampu demikian, wahai Nabi Allah?" Beliau menjawab,"Memendam riak yang ada di masjid dan menghilangkan sesuatu (gangguan) dari jalanan. Apabila tidak mendapatkannya, maka dua raka'at shalat Dhuha mencukupkanmu."
2. Allah Subhanahu wa Ta’alamenjaga orang yang shalat Dhuha empat rakaat pada hari tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam hadits:
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ أَوْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنَّهُ قَالَ ابْنَ آدَمَ ارْكَعْ لِي مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ أَكْفِكَ آخِرَهُ أخرجه الترمذي. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
Dari Abu Dardaa' atau Abu Dzar, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dari Allah Subhanahu wa Ta’alabahwa Allah berfirman: "Wahai Bani Adam, shalatlah untuk-Ku pada awal siang hari empat rakaat, niscaya Aku menjagamu sisa hari tersebut".
3. Shalat Dhuha merupakan shalat al-awwâbîn. Yaitu orang yang banyak bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu yang berbunyi:
لاَ يُحَافِظُ عَلَى صَلاَةِ الضُّحَى إِلاَّ أَوَّابٌ قَالَ وَهِيَ صَلاَةُ الأَوَّابِيْنَ. (أخرجه الحاكم).
Tidaklah menjaga shalat Dhuha kecuali orang yang banyak bertaubat kepada Allah.
HUKUM SHALAT DHUHA
Para ulama berselisih tentang hukum shalat Dhuha dalam beberapa pendapat sebagai berikut.
1. Hukumnya sunnah mutlak, dan disunnahkan melakukannya setiap hari.
Demikian ini madzhab mayoritas ulama, yang berargumentasi dengan beberapa dalil.
a. Keumuman hadits-hadits tentang keutamaan shalat Dhuha sebagaimana telah disebutkan terdahulu.
b. Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu yang berbunyi:
أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ صِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَنَامَ
Kekasihku Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berwasiat kepadaku dengan tiga hal: puasa tiga hari setiap bulan, dua rakaat Dhuha dan Witir sebelum tidur. [Muttafaqun 'alaihi].
Syaikh Ibnu 'Utsaimîn rahimahullah menyatakan, hadits ini menunjukkan bahwa shalat Dhuha adalah sunnah mutlak yang dilakukan setiap hari.
c. Hadits Mu'âdzah al-'Adawiyah ketika bertanya kepada 'Âisyah dengan sebuah pertanyaan:
كَمْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي صَلَاةَ الضُّحَى قَالَتْ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَيَزِيدُ مَا شَاءَ
"Dahulu, berapa rakaat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat Dhuha?" Beliau menjawab,"Empat rakaat, dan menambah sesukanya".
2. Hukumnya sunnah, namun tidak dilakukan setiap hari.
3. Hukumnya bukan sunnah, inilah pendapat Ibnu 'Umar Radhiyallahu anhuma
4. Shalat Dhuha hanya disunnahkan karena faktor tertentu.
Pendapat ini dirajihkan Ibnu Taimiyyah rahimahullah dan Ibnul-Qayyim rahimahullah.
Menurut beliau (Ibnul-Qayyim), barang siapa yang menelaah hadits-hadits marfu' dan atsar sahabat, tentu akan menyimpulkannya hanya mendukung pendapat ini. Adapun hadits-hadits yang berupa anjuran dan wasiat untuk melakukannya, maka yang shahîh darinya, seperti hadits Abu Hurairah dan Abu Dzar Radhiyallahu anhuma tidak menunjukkan jika shalat Dhuha sebagai sunnah yang terus dikerjakan untuk setiap orang.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan kepada Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dengan wasiat itu, karena telah diriwayatkan bahwa Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dahulu memilih belajar hadits pada malam hari dari pada shalat, lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan melakukannya pada waktu Dhuha sebagai ganti shalat malam. Oleh karena itu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk tidak tidur kecuali setelah berwitir, dan tidak memerintahkan hal itu kepada Abu Bakar, 'Umar dan seluruh sahabat lainnya radhiyallahu 'anhum.
Sedangkan Ibnu Taimiyyah rahimahullah, setelah menjelaskan sunnahnya shalat Dhuha, beliau rahimahullah menyatakan, masalahnya apakah yang lebih utama melakukannya secara terus-menerus ataukah tidak, karena mencontoh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ? Demikian ini yang menjadi perselisihan para ulama. Yang rajih dikatakan, barang siapa yang kontinyu melakukan shalat malam, maka itu mencukupinya dari melakukan shalat Dhuha terus-menerus, sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu demikian. Barang siapa yang tidak melakukan shalat malam, maka shalat Dhuha menjadi pengganti shalat malam.
Adapun yang rajih dari pendapat-penpat tersebut, Insya Allah adalah pendapat pertama, karena keumuman anjuran melakukan shalat Dhuha. Demikian pula yang dirajihkan Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah. Beliau menyatakan, yang rajih ialah sunnah mutlak yang terus-menerus dilakukan. Sebab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ
(Setiap hari wajib bersedekah bagi setiap persendian dari salah seorang kalian).
Para ulama menjelaskan, bahwa pada tubuh manusia terdapat 360 jumlah persendian, sehingga setiap orang harus bersedekah 360 sedekah setiap hari. Yang dimakusdkan dengan sedekah ini bukan berupa harta, tetapi berupa amalan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَفِي كُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى
(Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, amar makruf nahi mungkar adalah sedekah. Mencukupkan dari itu semua dua rakaat yang dilakukan di waktu Dhuha).
Berdasarkan hadits ini, maka kami berpendapat bahwa hukum shalat Dhuha ialah sunnah yang selalu dikerjakan, karena kebanyakan manusia tidak mampu memberikan sedekah hingga 360 sedekah.Wallahu a'lam.
Demikian penjelasan keutamaan sholat dhuha, semoga
bermanfaat
Sumber asli: http://almanhaj.or.id/content/3488/slash/0/shalat-dhuha-pengganti-sedekah-persendian/